Kamis, 22 Maret 2012

Virtualisasi Data Center, Agar Kantor Cabang Bank Tak Pernah Tutup

JAKARTA, KOMPAS - Semua perusahaan perbankan harus mengirimkan berkas core banking berukuran besar melalui jaringan untuk setiap cabang setiap malam.

Hal ini dilakukan agar semua kantor cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, bisa beroperasi setiap pagi. Jika terdapat gangguan dalam pengiriman data ini, maka kantor cabang terpaksa tutup hingga data tersebut.

Hal ini pernah dialami oleh Bank OCBC NISP. Pengiriman data yang cukup besar tersebut membutuhkan waktu sekitar 3 jam.

"Ketika listrik mati, atau jaringan putus, data tersendat dan crash. Itu yang terjadi saat menggunakan server fisik. Kantor cabang terpaksa tutup esok harinya karena data tidak terkirim," ungkap Filipus Suwarno, IT Division Head Bank OCBC NISP dalam media briefing di hotel Shangri-La Jakarta, Kamis (8/3/2012).

Suwarno menambahkan, setelah migrasi ke virtualisasi data center, pengiriman data hanya butuh waktu 30 menit dan kantor cabang serta kantor-kantor OCBC NISP lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia, tak pernah tutup lagi.

Berkantor pusat di Jakarta, Bank OCBC NISP memiliki 49 kantor cabang, tiga cabang syariah, 260 kantor cabang pembantu, 28 kantor kas, 12 poin pembayaran, dan 60 kantor mikro, sehingga total memiliki 413 kantor yang didukung dengan 5800 staf.

Migrasi Virtualisasi Bersama VMWare

VMWare mengumumkan bahwa PT. Bank OCBC NISP telah memanfaatkan virtualisasi bersama VMWare untuk membangun infrastruktur data center.

"VMWare mendapat kehormatan untuk menjadi mitra teknologi strategis OCBC NISP untuk dapat membantu membawa bisnis mereka ke jenjang yang lebih tinggi dalam hal efisiensi dan keandalan TI melalui pemanfaatan model IT as a services," ungkap Andreas Kagawa, Country Manager VMWare Indonesia.

OCBC NISP telah memasang VMWare vSphere pada 144 server fisik yang didistribusikan di 10 casis Blade yang terhubung ke storage area network. Sebelum virtualisasi, server fisik ini berjumlah 700 server.

Aplikasi yang berjalan di atas VMWare termasuk sistem front-end aplikasi core banking, intranet, database Microsoft SQL Server, SAP Fixed Assets, Oracle PeopleSoft Human Resources Management System, Oracle Database dan Oracle Applications.

Tim TI yang terdiri dari teknisi VMWare dan staf TI OCBC NISP membutuhkan waktu satu tahun untuk menyelesaikan proses migrasi.

"Dalam waktu satu tahun itu, kami memastikan performance, stabilitas, dan testing secara terus-menerus, karena ada beberapa aplikasi yang sangat intensif runningnya ketika divirtualisasi sehingga tidak nyaman," jelas Suwarno.

Infrastruktur server baru OCBC NISP mendukung 2000 mesin virtual, terbagi rata dalam dua data center, yakni di Bandung (pusat) dan Jakarta (back-up).

Setelah mengkonsolidasikan infrastruktur SQL Server hingga seperempat dari persyaratan kebutuhan sebelumnya, biaya operasional perangkat keras dan perangkat lunak berkurang hingga 80 persen. Hal ini disebabkan karena setiap mesin virtual dapat diperluas hingag empat CPU virtual dan 256 GB RAM.

Terbatasnya Bankir Hambat Perkembangan Bank Syariah

Selasa, 30 Maret 2010 04:13 WIB

JAKARTA--Lambannya perkembangan perbankan syariah di Indonesia dikarenakan adanya tiga hal utama, yakni kurangnya sumber daya manusia (SDM), produk dan informasi tekhnologi (IT).

Demikian disampaikan oleh Deputi Gubernur BI Muliaman D. Hadad saat ditemui di gedung Bank Indonesia, Senin (29/3). "Fokus saya mengembangakan SDM, produk dan jaringan atau IT pada perbankan syariah. Untuk itu, kami akan melakukan kolaborasi atas ketiga masalah utama ini," katanya.

Muliaman mengakui saat ini ketersediaan SDM perbankan syariah masih terbilang langka. Hal ini diakibatkan masih kurangnya sosialisasi dalam memahami syariah dan membaca prospek atau potensi syariah ke depan.

Salah satu langkah yang akan dilakukan adalah melakukan percepatan usaha profesionalsime bersama dengan membentuk lembaga tersendiri untuk mendukung ketersediaan bankir syariah dalam 5-10 tahun ke depan. "Blue print perbankan syariah itu sudah dibuat, tapi untuk saat ini masih masa pengenalan dan sosialisasi," ungkap Muliaman.

Senada dengan Muliaman, Direktur Utama Bank Bukopin Syariah Riyanto mengamini masih banyaknya kendala untuk mengembangkan perbankan syariah di dalam negeri. Untuk itu, Bukopin Syariah dan perbankan lainnya mengusulkan supaya bobot risiko dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

"Sekarang itu kan perhitungannya sama dengan perbankan konvensional. Jadi, kami ingin pemerintah berikan insentif agar syariah lebih berkembang. Dengan begitu langkah ekspansi kita akan lebih besar jika ATMR dilonggarkan," ujar Riyanto.

Selain itu, ia berharap produk syariah ke depannya memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan produk perbanka konvensional. Namun, Riyanto menyadari ini memerlukan pengembangan yang lebih mendalam lagi. Belum lagi, lanjutnya, terbentur dengan beberapa produk dari perbankan konvensional.

Secara keseluruhan, Muliaman membaca potensi perkembangan perbankan syariah di Indonesia sangat besar. Apalagi, menurutnya, saat ini masih banyak pasar yang belum digarap. Market share syariah juga masih belum mencapai lima persen seperti yang ditargetkan. "Makanya banyak sekali pihak yang ingin menggarap perbankan syariah di sini, mulai dari lokal hingga pihak asing. Sebut saja dari Hongkong dan London," paparnya.

Tidak lupa, Muliaman juga berpesan agar perbankan syariah jangan dianggaps ebagai ancaman atau residual. Ia meminta para pemilik bank agar menunjukkan komitmennya secara nyata apa tujuan dasar pembentukan unit usaha syariahnya. "itu keliru kalau bilang sebagai ancaman," tandasnya.